MAKALAH ULUMUL
QUR’AN
MUNASABAH
AL-QUR’AN
Diajukan
untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Ulumul Qur’an
Dosen
: Nur’aini, M.Ag
Di
susun oleh :
1.
Muhammad
Hasandy
2.
Dino
Andrizal
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM IBNU
SINA BATAM
PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEMESTER II
Batam 2015
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji
syukur kepada Allah SWT yang mana atas berkat dan Rahmat-Nyalah kami bisa menyelesaikan makalah
ini, tak lupa sholawat dan salam marilah kita limpah curahkan kepada Guru besar
kita Yakni Nabi Muhammad SAW, tanpa
adanya beliau mungkinkah kita terbebas dari zaman kebodohan.
Makalah ini kami susun
guna memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam di STAINU Kebumen. Dalam makalah ini penulis membahas tentang pengertian, ruang lingkup, urgensi dan manfaat mempelajari sejarah pendidikan islam.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada:
·
Ibu selaku dosen pengampu yang telah memberikan bimbingan kepada kami.
·
Orang tua kami yang selalu memberikan
doa dan dukungan dalam menuntut ilmu
·
Rekan-rekan kelompok yang telah menyumbangkan tenaga dan pikirannya untuk
menyusun makalah ini.
·
Rekan-rekan mahasiswa dan seluruh pihak yang bersedia memberikan
partisipasi dalam penyusunan makalah ini.
Makalah ini diharapkan dapat menjadi sumber
informasi bagi yang membutuhkan baik bagi dunia pendidikan ataupun para
akademisi yang ingin meningkatkan atas pengetahuanya walaupun dengan segala keterbatasanya makalah ini dalam memberikan
informasi, apabila ada kesalahan dalam artikel ini kami mohon maaf yang sebesar – besarnya, karena kealpaan,
kehilafan itu adalah sifat manusia yang nyata didunia, maka segala saran dan
kritik yang sifatnya membangun demi kemajuan, sangat kami harapkan.
Akhir
kata dari penulis mengucapkan banyak terima kasih.
Wasalamua’laikum Wr.Wb.
Batam, 11 Maret
2015
Muhammad Hasandy
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang .................................................................................. 1
B.
Rumusan Masalah ............................................................................. 2
C.
Tujuan Masalah ................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian Munasabah ...................................................................... 3
B.
Macam-macam Munasabah .............................................................. 4
C.
Urgensi dan Manfaat Mempelajari
Munasabah ................................ 8
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan ....................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 12
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dewasa ini, ilmu-ilmu mengenai kitab
suci umat islam, al-Qur’an al-Karim sudah tidak terlalu diminati oleh kaum
pemuda. Padahal, kaum pemuda saat inilah yang akan menggantikan dan meneruskan
estafet keilmuan pedoman umat islam tersebut. Padahal, dalam keeharian,
al-Qur’an sangatlah berperan aktif dalam setiap aktivitas dalam masyarakat.
Secara tidak sadar, ilmu al-Qur’an telah menjad bagian yang tak terpisahkan dari
kehidupan masyarakat muslim, namun sayangnya, kajian mengenai perkembangan ulum
al-Qur’an semakin banyak ditinggalkan.
Al-Qur’an sebagai pegangan hidup
umat islam memegang peran yang sangat besar terhadap perkembangan keilmuan
teologi islam karena al-Qur’an ialah sumber terbesa dan terpercaya dari seluruh
disiplin ilmu pengetahuan baik agama maupun umum. Maka, kajian terhadap
al-Qur’an seharusnya menjadi hal yang sangat menarik dan tak ada habismya.
Salah satu kajian dalam disiplin
ilmu ini ialah “munasabah”. Istilah tersebut mungkin terdengar asing untuk
kalangan awam, ataupun akademisi yang tidak berkecimpung di dunia ulum
al-Qur’an. Hal ini tentulah sangat disayangkan mengingat betapa besarnya peran
munasabah dalam penafsiran al-Qur’an.
Selama ini, kebanyakan orang lebih
mengenal “asbab an-Nuzul” daripada “munasabah”. Padahal, dengan mengetahui
sebab-sebab turunnya saja, para mufassir (ahli tafsir) masih mendapat kesulitan
dalam menemukan tafsiran yang tepat mengenai suatu ayat atau surat dalam
al-Qur’an. Dengan mengetahui munasabah dalam al-Qur’an, seseorang akan lebih
mudah mengetahui maksud dari suatu ayat ataupun surat dalam al-Qur’an.
Hubungan antara ayat ataupun surat
dalam al-Qur’an tentulah tidak disususn secara sembarangan karena setiap
penyusunan dalam al-Qur’an memiliki makna yang saling berkaitan dan sangat
membantu dalam penafsiran al-Qur’an. Bahkan, sebagian mufassir ada yang lebih
mempercayai munasabah dalam al-Qur’an daripada asbab an-nuzul yang belum
diketahui betul kebenarannya.
Maka, diharapkan bahwa para
akademisi akan lebih mengenal dan memahami arti munasabah dalam al-Qur’an
sehingga dapat menganalisa keterkaitan antar ayat, surat, maupun juz dalam
al-Qur’an sehingga akan mempermudah mempelajari al-Qur’an dan mengkaji lebih
dalam apa-apa yang terkandung dalam al-Qur’an secara komprehensif dan ilmiah.
Kami akan menjelaskan “munasabah”
lebih rinci dalam makalah sederhana ini dengan berpatokan pada tiga pokok
pembahasan yang sesuai dengan Rumusan Masalah dalam makalah ini.
B. RUMUSAN MASALAH
1.
Apakah yang dimaksud dengan Munasabah?
2.
Bagaimana pembagian golongan Munasabah dalam
al-Qur’an?
3.
Apa Urgensi mempelajari Munasabah
C. TUJUAN PENULISAN MAKALAH
1. Untuk
mengetahui pengertian dari Munasabah.
2. Untuk
mengetahui klasifikasi Munasabah dalam al-Qur’an.
3. Untuk
mengetahui manfaat pembelajaran Munasabah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Munasabah
Secara etimologis, munasabah berarti
Al-musykalah dan al-muqarabah yang berarti “saling menyerupai” dan “saling
mendekati”. Secara terminologis, munasabah berarti adanya keserupaan dan
kedekatan diantara berbagai ayat, surat dan kalimat yang mengakibatkan adanya
hubungan. Hubungan tersebut bisa berbentuk keterkaitan makna ayat-ayat dan
macam-macam hubungan atau keniscayaan adalah pikiran, seperti hubungan sebab
dan musabab, hubungan kesetaraan dan hubungan perlawanan, munasabah juga dapat
dalam bentuk penguatan, penafsiran dan penggantian.
Adapun pengertian munasabah yang
lain adalah pengertian yang dikemukakan oleh para imam yaitu: Adapun menurut
pengertian terminologi, munasabah dapat didefinisikan sebagai berikut:
Ø Menurut az-zarkasyi, munasabah
adalah suatu hal yang dapat dipahami. Tatkala di hadapkan pada akal, pasti akal
itu akan menerimanya.
Ø Menurut Manna’ al-Qaththan,
munasabah adalah sisi keterikatan antara beberapa ungkapan di dalam suatu ayat,
atau antara ayat pada beberapa ayat, atau antara surat di dalam al-Qur’an.[1][1]
Ø Menurut Ibnu al-Arabi, munasabah
keterikatan ayat-ayat al-Qur’an sehingga seolah-olah merupakan satu ungkapan
yang mempunyai satu kesatuan makna dan keteraturan redaksi.
Selain itu, menurut Manna’
al-Qaththan munasabah adalah sisi keterikatan antara beberapa ungkapan di dalam
suatu ayat, atau antar ayat pada beberapa ayat atau antar surat dalam al-Qur’an.
M. Quraisy Shihab memberi pengertian munasabah sebagai kemiripan-kemiripan yang
terdapat pada hal-hal tertentu dalam al-Qur’an, baik surat maupun ayat-ayatnya
yang menghubungkan uraian satu ayat dengan yang lainnya. Al-Biqa’i menjelaskan
bahwa ilmu munasabah al-Qur’an adalah suatu ilmu yang mengetahui alasan-alasan
yang menyebabkan susunan atau urutan-urutan bagian al-Qur’an, baik ayat dengan
ayat ataupun surat dengan surat. Dengan demikian pembahasan munasabah adalah
berkisar pada segala macam hubungan yang ada : seperti hubungan umum atau
khusus, rasional dan sensual atau imajinatif, kausalitas, ‘illat dan ma’lul,
kontradiksi dan sebagainya.
Timbulnya ilmu munasabah ini
tampaknya bertolak dari fakta sejarah bahwa susunan ayat dan tertib surat demi
surat al-Qur’an sebagaimana yang terdapat dalam mushaf sekarang (Mushaf Usmani
atau Mushaf Imam), tidak didasarkan fakta kronologis. Kroologis turunnya
ayat-ayat atau surat-surat al-Qur’an tidak diawali dengan Q. S al-Fatihah,
tetapi diawali dengan lima ayat pertama dari Q. S al-‘Alaq. Surat yang kedua
turun adalah Q. S al-Muddatsir. Sementara surat kedua dalam mushaf yang
digunakan sekarang adalah Q. S al-Baqoroh.
B. Macam-macam
Munasabah
Berdasarkan kepada beberapa
pengertian sebagaimana yang telah dikemukakan di atas, pada prinsipnya
munasabah al-Qur’an mencakup hubungan antar kalimat, antar ayat, serta antar
surat. Macam-macam hubungan tersebut apabila diperinci akan menjadi sebagai
berikut:
1)
Munasabah antara surat dengan surat.
2)
Munasabah antara nama surat dengan kandungan isinya.
3)
Munasabah antara kalimat dalam satu ayat.
4)
Munasabah antara ayat dengan ayat dalam satu surat.
5)
Munasabah antara ayat dengan isi ayat itu sendiri.
6)
Munasabah antara uraian surat dengan akhir uraian
surat.
7)
Munasabah antara akhir surat dengan awal surat
berikutnya.
8)
Munasabah antara ayat tentang satu tema.
Dalam upaya memahami lebih jauh
tentang aspek-aspek munasabah yang telah diterangkan di atas akan diajukan
beberapa contoh di bawah ini:
1. Munasabah
Antara Surat dengan Surat
Keserasian hubungan atau mnasabah
antar surat ini pada hakikatnya memperlihatkan kaitan yang erat dari suatu
surat dengan surat lainnya. Bentuk munasabah yang tercermin pada masing-masing
surat, kelihatannya memperlihatkan kesatuan tema. Salah satunya memuat tema
sentral, sedangkan surat-surat lainnya menguraikan sub-sub tema berikut
perinciannya, baik secara umum maupun parsial. Salah satu contoh yang dapat
diajukan di sini adalah munasabah yang dapat ditarik pada tiga surat beruntun,
masing-masing Q. S al-Fatihah (1), Q. S
al-Baqarah (2), dan Q. S al-Imran (3).
Satu surah berfungsi
menjelaskansurat sebelumnya, misalnya di dalam surat al-Fatihah / 1 : 6
disebutkan :
إهدنا الصراط المستقيم (6)
Artinya : “Tunjukilah kami jalan
yang lurus” (Q. S al-Fatihah / 1 : 6)
Lalu dijelaskan dalam surat
al-Baqarah, bahwa jalan yang lurus itu ialah mengikuti petunjuk al-Qur’an,
sebagaimana disebutkan :
تلك الكتاب لا ريب فيه هدى للمتقين( 2)
Artinya : “Kitab (al-Qur’an) ini
tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertakwa” (Q. S
al-Baqarah / 2 : 2)
2. Munasabah
Antara Nama Surat dengan Kandungan Isinya
Nama satu
surat pada dasarnya bersifat tauqifi (tergantung pada petunjuk Allah dan Nabi-Nya).
Namun beberapa bukti menunjukkan bahwa suatu surat terkadang memiliki satu nama
dan terkadang dua nama atau lebih. Tampaknya ada rahasia dibalik nama tersebut.
Para ahli tafsir sebagaimana yang dikemukakan oleh al-Sayuthi melihat adanya
keterkaitan antara nama-nama surat dengan isi atau uraian yang dimuat dalam
suatu surat. Kaitan antara nama surat dengan isi ini dapat di identifikasikan
sebagai berikut :
a)
Nama diambil dari urgensi isi serta kedudukan surat.
Nama surat al-Fatihah disebut dengan umm al-Kitab karena urgensinya dan disebut
dengan al-Fatihah karena kedudukannya.
b)
Nama diambil dari perumpamaan , peristiwa, kisah atau
peran yang menonjol, yang dipaparkan pada rangkaian ayat-ayatnya; sementara di
dalam perumpamaan, peristiwa, kisah atau peran itu sarat dengan ide. Di sini
dapat disebut nama-nama surat : al-‘Ankabut, al-Fath, al-Fil, al-Lahab dan
sebagainya.
c)
Nama sebagai cerminan isi pokoknya, misalnya al-Ikhlas
karena mengandung ide pokok keimanan yang paling mendalam serta kepasrahan :
al-Mulk mengandung ide pokok hakikat kekuasaan dan sebagainya.
d)
Nama diambil dari tema spesifik untuk dijadikan acuan
bagi ayat-ayat lain yang tersebar diberbagai surat. Contoh al-Hajj (dengan
spesifik tema haji), al-Nisa’ (dengan spesifik tema tentang tatanan kehidupan
rumah tangga). Kata Nisa’ yang berarti kaum wanita adalah irrig keharmonisan
rumah tangga.
e)
Nama diambil dari huruf-huruf tertentu yang terletak
dipermulaan surat, sekaligus untuk menuntut perhatian khusus terhadap ayat-ayat
di dalamnya yang memakai huruf itu. Contohnya : Thaha, Yasin, Shad, dan Qaf.
3. Munasabah
Antara Satu Kalimat dengan Kalimat
Lainnya dalam Satu Ayat
Munasabah
antara satu kalimat dengan kalimat yang lainnya dalam satu ayat dapat dilihat
dari dua segi. Pertama adanya hubungan langsung antar kalimat secara konkrit
yang jika hilang atau terputus salah satu kalimat akan merusak isi ayat.
Identifikasi munasabah dalam tipe ini memperlihatkan irri-ciri ta’kid / tasydid
(penguat / penegasan) dan tafsir / i’tiradh (interfretasi /penjelasan dan
cirri-cirinya). Contoh sederhana ta’kid :
"فإن لم
تفعلوا", diikuti "ولن
تفعلوا" (Q.S al-Baqarah / 2:24).
Contoh tafsir:
سبحان الذي اسرى بعبده ليلا من المسجد
الحرام الى المسد الأقصى
Kemudian diikuti dengan (1:17/الإسراء) الذي باركنا حوله لنريه من اياتنا
Kedua
masing-masing kalimat berdiri sendiri, ada hubungan tetapi tidak langsung
secara konkrit, terkadang ada penghubung huruf ‘athaf’ dan terkadang tidak ada.
Dalam konteks ini, munasabahnya terletak pada :
a)
Susunan kalimat-kalimatnya berbentuk rangkaian
pertanyaan, perintah dan atau larangan yang tak dapat diputus dengan fashilah.
Salah satu contoh :
ولإن سألتهم من خلق السماوات والأرض___ليقولون الله___قل
الحمد لله (لقمن 25)
b)
Munasabah berbentuk istishrad (penjelasan lebih
lanjut). Contoh :
يسألونك عن الأهله___قل هي___ (البقره 189)
c)
Munasabah berbentuk nazhir / matsil (hubungan
sebanding) atau mudhaddah / ta’kis (hubungan kontradiksi). Contoh :
ليس البر ان تولوا وجوهكم قبل المشرك والمغرب___ولكن
البر___(البقرة 177)
4. Munasabah
Antara Ayat dengan Ayat dalam Satu Surat
Untuk
melihat munasabah semacam ini perlu diketahui bahwa ini didaftarkan pada
pandangan datar yaitu meskipun dalam satu surat tersebar sejumlah ayat, namun
pada hakikatnya semua ayat itu tersusun dengan tertib dengan ikatan yang padu
sehingga membentuk fikiran serta jalinan informasi yang sistematis. Untuk
menyebut sebuah contoh, ayat-ayat di awal Q. S al-Baqarah : 1 – 20 memberikan
sistematika informasi tentang keimanan, kekufuran, serta kemunafikan. Untuk
mengidentifikasikan ketiga tipologi iman, kafir dan nifaq, dapat ditarik
hubungan ayat-ayat tersebut.
Misalnya
surat al-Mu’minun dimulai dengan :
قد افلح المؤمنون
Artinya : “Sesungguhnya
beruntunglah orang-orang yang beriman”.
Kemudian
dibagian akhir surat ini ditemukan kalimat
انه لا يفلح الكافرون
Artinya :
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tidak beruntung”.
5. Munasabah
Antara Penutup Ayat dengan Isi Ayat Itu Sendiri
Munasabah
pada bagian ini, Imam al-Sayuthi menyebut empat bentuk yaitu al-Tamkin
(mengukuhkan isi ayat), al-Tashdir (memberikan sandaran isi ayat pada
sumbernya), al-Tawsyih (mempertajam relevansi makna) dan al-Ighal (tambahan
penjelasan). Sebagai contoh:
فتبارك الله
احسن الخالقين mengukuhkan ثم
خلقنا النطفة علقة bahkan mengukuhkan hubungan dengan dua
ayat sebelumnya (al-mukminun: 12-14).
6. Munasabah
Antara Awal Uraian Surat dengan Akhir Uraian Surat
Salah satu
rahasia keajaiban al-Qur’an adalah adanya keserasian serta hubungan yang erat
antara awal uraian suatu surat dengan akhir uraiannya. Sebagai contoh,
dikemukakan oleh al-Zamakhsyari demikian juga al-Kimani bahwa Q. S al-Mu’minun
di awali dengan (respek Tuhan kepada orang-orang mukmin) dan di akhiri dengan
(sama sekali Allah tidak menaruh respek terhadap orang-orang kafir). Dalam Q. S
al-Qasash, al-Sayuthi melihat adanya munasabah antara pembicaraan tentang
perjuangan Nabi Musa menghadapi Fir’aun seperti tergambar pada awal surat
dengan Nabi Muhammad SAW yang menghadapi tekanan kaumnya seperti tergambar pada
situasi yang dihadapi oleh Musa AS dan Muhammad SAW, serta jaminan Allah bahwa
akan memperoleh kemenangan.
7. Munasabah
Antara Penutup Suatu Surat dengan Awal Surat Berikutnya.
Misalnya
akhir surat al-Waqi’ah / 96 :
فسبح باسم ربك العظيم
“Maka bertasbihlah dengan (menyebut)
nama Tuhanmu Yang Maha Besar”.
Lalu surat
berikutnya, yakni surat al-Hadid / 57 : 1 :
سبح الله ما في السموات والأرض وهو
الزيز الحكيم
“Semua yang
berada di langit dan di bumi bertasbih kepada Allah (menyatakan kebesaran
Allah). Dan Dia-lah Maha Kuasa atas segala sesuatu”.
8. Munasabah
Antar Ayat dengan Satu Tema
Munasabah
antar ayat tentang satu tema ini, sebagaimana dijelaskan oleh al-Sayuthi,
pertama-tama dirintis oleh al-Kisa’i dan al-Sakhawi. Sementara al-Kirmani
menggunakan metodologi munasabah dalam membahas mutasyabih al-Qur’an dengan
karyanya yang berjudul al-Burhan fi Mutasyabih al-Qur’an. Karya yang dinilainya
paling bagus adalah Durrah al-Tanzil wa Gharrat al-Ta’wil oleh Abu ‘Abdullah
al-Razi dan Malak al-Ta’wil oleh Abu Ja’far Ibn al-Zubair.
Munasabah
ini sebagai contoh dapat dikemukakan tentang tema qiwamah (tegaknya suatu
kepemimpinan). Paling tidak terdapat dua ayat yang saling bermunasabah, yakni
Q. S al-Nisa’ / 4 : 34 :
الرجال قوامون على النساء بما فضل
الله بعضهم على بعض وبما أنفقوا من أموالهم.
Dan Q. S
al-Mujadalah / 58 : 11 :
يرفع الله الذين امنوا منكم والذين
اوتو العلم درجات والله بما تعملون خبير.
Tegaknya qiwamah
(konteks parsialnya qiwamat al-rijal ‘ala al-nisa’) erat sekali kaitannya
dengan faktor ilmu pengetahuan / teknologi dan faktor ekonomi. Q. S an-Nisa’
menunjuk kata kunci “bimaa fadhdhala” dan “al-ilm”. Antara “bimaa fadhdhala”
dengan “yarfa” terdapat kaitan dan keserasian arti dalam kata kunci nilai lebih
yang muncul karena faktor ‘ilmu.
Munasabah
al-Qur’an diketahui berdasarkan ijtihad, bukan melalui petunjuk Nabi (tauqifi).
Setiap orang bisa saja menghubung-hubungkan antara berbagai hal dalam kitab
al-Qur’an.
C. Urgensi
Manfaat Mempelajari Munasabah
Mengenai hubungan antara suatu ayat
/ surat dengan ayat / surat lain (sebelum / sesudahnya), tidaklah kalah
pentingnya dengan mengetahui sebab nuzulul ayat. Sebab mengetahui adanya
hubungan antara ayat-ayat dan surat itu dapat pula membantu kita memahami
dengan tepat ayat-ayat dan surat-surat yang bersangkutan. Ilmu al-Qur’an
mengenai masalah ini disebut :
Ilmu ini dapat berpesan mengganti
Ilmu Asbabun Nuzul, apabila kita tidak dapat mengetahui sebab turunnya suatu
ayat, tetapi kita bisa mengetahui adanya relevansi ayat itu dengan ayat
lainnya. Sehingga di kalangan ulama timbul masalah : mana yang didahulukan
antara mengetahui sebab turunnya ayat dengan mengetahui hubungan antara ayat
itu dengan ayat lain. Seorang ulama bernama Burhanuddin al-Biqa’i menyusun
kitab yang sangat berharga dalam ilmu ini, yang diberi nama :
Ada beberapa pendapat di kalangan
ulama tentang : Ada yang berpendapat, bahwa setiap / surat selalu ada
relevansinya dengan ayat / surat lain. Adapula yang berpendapat, bahwa itu
tidak selalu ada hanya memang sebagian besar ayat-ayat dan surat-surat ada
hubungannya satu sama lain. Di samping itu, ada yang berpendapat, bahwa mudah
mencari hubungan antara suatu ayat dengan ayat lain, tetapi sukar sekali
mencari hubungan antara suatu surat dengan surat lain.
Segolongan dari antara para ulama
Islam ada yang berpendapat, bahwa ayat-ayat al-Qur’an itu satu dengan yang lain
tidak ada hubungannya. Tetapi segolongan dari antara para ulama Islam ada yang
berpendapat, bahwa ayat-ayat al-Qur’an itu satu dengan yang lain ada
hubungannya.
Golongan yang pertama beralasan :
oleh karena ayat-ayat al-Qur’an itu di dalam surat-suratnya tidak dijadikan
berbab-bab dan berpasal-pasal dan pada nampaknya memang tidak teratur, bahkan
kadang didapati satu ayat yang berisi perintah dengan satu ayat lain yang berisi
larangan, yang di antaranya sudah diselingi ayat lain yang berisi qisshah, maka
tidak mungkin jadi ayat-ayat itu satu dengan yang lain ada hubungannya.
Selanjutnya dikatakan pula oleh mereka : “Bahwa perbuatan orang yang
memperhubungkan suatu ayat dengan ayat yang lain itu, adalah suatu perbuatan
yang memberatkan diri sendiri”.
Golongan yang kedua beralasan : oleh
karena letak tiap-tiap ayat dan surat al-Qur’an itu dari sejak diturunkan sudah
diatur dan ditertibkan oleh Allah SWT dan Nabi SAW, tinggal memerintahkan
kepada para penulisnya pada waktu ayat-ayat itu diturunkan tentang letak dan
tempatnya tiap-tiap ayat dan surat, maka sudah barang tentu pimpinan yang
sedemikian itu mengandung arti, bahwa tiap-tiap ayat di dalam al-Qur’an itu
satu dengan lainnya ada hubungannya.selanjutnya oleh mereka dikatakan : “Bahwa
sekalipun pada lahirnya ayat-ayat al-Qur’an itu tidak teratur dan tidak
tersusun, tetapi dalam hakikatnya sangat teratur dan tersusun rapi”.
Kriteria / ukuran untuk menetapkan
ada / tidaknya munasabah (relevansi) antara ayat-ayat dan antara surat-surat
adalah tamatsul dan tasyabuh (persamaan / persesuaian) antara
maudhu’-maudhu’nya. Maka apabila ayat-ayat / surat-surat itu mengenai hal-hal
yang ada kesamaan / kesatuan yang berhubungan ayat-ayat permulaannya dengan
ayat-ayat penghabisannya maka terdapatlah munasabah / relevansi antara antara
ayat-ayat atau surat-surat secara logis dan dapat diterima. Dan apabila
mengenai ayat-ayat / surat-surat yang berbeda-beda sebab turunnya dan tentang
hal-hal yang tidak sama atau serupa, maka sudah tentu tidak ada munasabah /
relevansi antara ayat-ayat / surat-surat itu.
Dengan
kriteria tersebut, maka dapat dibayangkan bahwa letak / titik persesuaian
(munasabah / relevansi)antara ayat-ayat dan antara surat-surat itu
kadang-kadang tampak jelas dan kadang-kadang tidak tampak, dan bahwa jelasnya
letak munasabah antara ayat-ayat itu sedikit kemungkinannya, sebaliknya
terlihatnya dengan jelas letak munasabah antara surat-surat itu jarang sekali
kemungkinannya. Dan hal ini disebabkan karena pembicaraan mengenai suatu hal
jarang bisa sempurna hanya dengan satu ayat saja. Karena itu berturut-turut
beberapa ayat mengenai satu maudhu’ untuk mengutarakan dan menerangka تو
كيد ا و تفسيراatau untuk menghubungkan dan memberi penjelasan عطفا و بيا نا atau untuk mengecualikan dan mengkhususkan
ا ستثناء و حصرا atau untuk menengahi
dan mengakhiri pembicaraan اعتراضا و تذ بيلا
sehingga ayat-ayat yang beriring-iringan itu merupakan satu kelompok ayat yang
sebanding dan serupa.
Kedua pendapat itu baiknya kita pikirkan bersama,
karena keduanya adalah dari buah pikiran mereka masing-masing. Hanya kami
berpendapat dan berpendirian, bahwa kemungkinan besar ayat-ayat yang tertulis
di dalam tiap-tiap surat al-Qur’an itu ada hubungannya satu dengan yang lain.
BAB III
A. Kesimpulan
Setiap penyusunan ayat, surat,
maupun juz dalam al-Qur’an memiliki keterkaitan antara satu dengan yang
lainnya. Maka, mempeajari munasabah akan sangat membantu dalam penafsiran
maupun pemahaman kandungan ayat dan surat dalam al-Qur’an. Munasabah sangatlah
berperan dalam menafsirkan al-Qur’an karena tanpa mempelajari dan mengetahui
munasabah, akan sangat sulit untuk menguak isi kandungan dalam setiap ayat
karena tidak semua ayat bisa dipahami secara komprehensif hanya dengan
mengetahui asbab an-Nuzulnya saja.
Namun sayangnya, banyak yang tidak
mengetahui ilmu ini dan terkesan menomorduakan denga asbab an-Nuzul dalam
al-Qur’an. Padahal, penguasaan atas munasabah akan sangat membantu dalam
penyimpulan dan penafsiran al-Qur’an. Mempelajari munasabah tidak hanya akan
menambah wawasan saja, akan tetapi juga akan melatih kepekaan seseorang untuk
melihat suatu kaitan dalam berbagai hal.
BAB IV
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Al-Qattan, Manna’ Khalil. Studi Ilmu-Ilmu Qur’an.
Litera AntarNusa. Bogor. 2012.
2.
Syadali, Ahmad. Ulumul Quran. Pustaka
Setia.Bandung.2000
3.
Direktorat Pendidkan Madrasah. Tafsir untuk Kelas XII
MAK. Aceh Besar. 2011.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar